Sabtu, 28 Mei 2016

CerBung: Pemeran Utama (Chapter 02)

            Setelah beberapa hari tanpa kabar dari penerbit mengenai drafnya, laras pun berinisiatif untuk mendatangi kantor penerbit tersebut. Keesokan harinya laras pun mencoba sesuatu hal yang jarang ia lakukan. Ia pergi ke kantor penerbit dengan naik kereta kota. Memang tidak seperti biasanya, kemana pun laras pergi biasanya dengan jalan kaki. Menikmati panasnya bumi yang setiap hari diinjak-injak manusia tak berbudi. Laras berharap hari ini ada sesuatu hal yang berbeda setelah draftnya dibaca oleh pimpinan penerbit.
            Apa yang didapat laras tidak seperti yang ia inginkan. Draf yang laras tinggal ternyata hilang. Dan pada pagi itu laras juga tidak dapat bertemu pak Tono pimpinan penerbit.
            “selamat pagi mbak”, sapa seorang pegawai. “iya pagi”, jawab laras. “bapaknya ada gak ya buk?" tanya laras. Jawab pegawai ”bapaknya masih di luar kota, sudah tiga hari ini mbak, besok baru pulang”. “kira-kira draf yang satu minggu yang lalu saya tinggal, sudah dibaca sama bapak belum ya buk?” tanya laras. “draf yang mana ya mbak?”, pegawai justru tanya balik. “kemarin saya meninggalkan drafnya sama bapak Rudi”, jawab laras. “sebentar ya mbak, saya tanyakan ke pak rudi dulu”, jawab pegawai.
            Setelah seorang pegawai menanyakan  ke pak rudi, ternyata pak rudi lupa memberikan draf tersebut ke pak Tono, kemudian drafnya diletakkan di atas lemari di ruang tengah. Kemungkinan draf tersebut dibuang sama OB. Sebelum pulang, pak Rudi menemui laras di depan kantor penerbitan dan meminta maaf ke pada laras.
            Laras berlapang dada atas semua yang terjadi, baginya itu lah hidup.  Kita hanya bisa berencana dan Tuhan yang menentukan hasilnya. Laras tidak berlarut dalam kesedihan. Kaki laras melangkah namun tidak di jalan yang biasanya. Laras berjalan menuju taman kota yang jalannya berlainan arah. Laras mencoba mencari keramaian, untuk mengurangi kesedihan. Namun hati laras tetaplah sepi, meskipun suasana maupun keadaan di sekitarnya ramai. Hati laras tidak dapat dibohongi hanya karena suatu hal yang memang bukan di sukai laras, yakni keramaian.
            Laras duduk di bangku panjang warna putih, meluruskan kakinya ke tanah, mengangkat kepalanya ke arah langit. Dengan mata terpejam, menarik nafas yang panjang, Dan dalam hati laras berkata, semua ini pasti ada hikmahnya.

            Setelah semuanya disiapkan, adipati bersama temannya berangkat ke Lombok. Sesampainya di sana adipati dan temannya langsung menuju salah satu rumah yang ada di dekat pantai. Pada malam harinya mereka bertiga menikmati indahnya malam di bibir pantai. Mereka bercerita mengenang masa kecil mereka. Hingga tak terasa malam sudah larut,mereka bertiga beristirahat di penginapan.
            Besok paginya, adipati di teras penginapan berteman kopi dan sebuah buku “Sayap ku Hilang”. Hingga pada satu titik menemukan sebuah kalimat “Diriku saat ini, seperti burung yang tak lagi bersayap. Mencoba kehidupan yang baru, membiasakan diri tanpa dirimu.”
Setelah buku tersebut selesai dibaca adipati,  anton dan roni baru bangun tidur. Kemudian mereka bertiga mencari sarapan sambil jalan-jalan di kawasan pantai. Setelah itu adipati membaca buku kedua yang ia bawa yang berjudul Lentera, kemudian ia menemukan sebuah kalimat “Dengan ilmu gelap gulita dunia akan terasa fana, jadikan ilmu sebagai penerang dan penuntun mu, jangan sampai ilmu menggelapkan hati dan pikiranmu.”
Adipati pun berlanjut ke buku yang ke tiga yang berjudul Pasung, adipati menemukan sebuah kalimat “Perasaan ini terpasung dalam penjara yang tak berdaya, terbelenggu dalam dungu, semua ini karena kebodohanku tak mampu untuk mengungkapkan.” 
Setelah adipati menyelesaikan ketiga bukunya tak terasa waktu sudah beranjak sore. Adipati kemudian menyusuri pantai menikmati keindahan senja. Duduk sendirian di pinggir pantai, kemudian adipati teringat akan seseorang yang dahulu pernah mengisi hatinya.
 Adipati bukanlah orang yang terobsesi akan cinta. Dari dahulu banyak yang menyukai adipati, tapi hanya satu orang yang membuat hati adipati tertunduk dan sampai sekarang ia masih mencoba untuk melupakannya.
“Adipati, dimana loe!”, teriak anton. "gue disini”, seru adipati. Kemudian anton dan roni mendatangi dan mengajak untuk mencari makan malam. Sebelum tidur adipati mencoba mengulik sebuah cerita di buku catatannya. Mencari tema yang menurutnya tidak biasa, tapi masih belum ia dapatkan.
Setiap hari adipati masih tetap sibuk dengan mencari ide, mengulik catatannya namun adipati masih belum menemukan juga. Setelah empat hari liburan di lombok ternyata adipati tetap belum mendapatkan ide menulis. Mereka pun pulang ke jakarta, dengan muka adipati  yang sedikit kecewa. Dalam hati adipati berkata, “tak semudah yang aku kira”
           
Setelah di taman se-harian, menikmati keramaian yang jarang sekali ia lakukan. Laras yang tidak mau larut kesedihan, kemudian pulang dengan kepala tegak. Meskipun hari ini di luar perkiraan laras. Sesampainya di rumah ia membuka kembali file draf bukunya, di laptop yang terlihat usang di pojok kamarnya. Seperti biasa lagu dari second text, tidak pernah lupa ia putar. Kemudian laras ngeprint kembali drafnya, rencananya besok laras ingin mengajukan kembali draf bukunya ke penerbit.  

            Adipati sudah di rumah, “gimana di, nulisnya?”, tanya mama adipati. “masih tetap buntu ma”, jawab adipati. “ia udah istirahat dulu aja, pasti kamu masih capek”, “iya ma”, jawab adipati. Sebelum tidur adipati masih tetap memikirkan dalam hati berkata, “sepertinya saya menyerah, ini bukan passion saya”.
            Sepulang dari lombok hingga masuk perkuliahan, adipati tidak lagi menulis. Adipati hanya main bersama teman-temannya menghabiskan sisa liburan, seperti mahasiswa lainnya di saat liburan. Tapi satu hal yang tidak pernah adipati tinggal, yakni membaca buku-buku yang terbaru. Tapi tidak seperti ketika semangat menulis adipati masih ada.
           
         Laras kembali mendatangi kantor penerbit buku, kali ini laras datang dengan cara yang berbeda. Dengan cara yang sedikit memaksa, laras akhirnya dapat langsung menemui pak Tono. “maaf soal yang kemarin ya laras”, ucap pak Tono. ”iya gak apa-apa pak, ini drafnya yang baru pak”, jawab laras sambil menyerahkan draf bukunya. “karena kemarin-kemarin banyak sekali draf yang masuk, jadi saya juga belum bisa memastikan apakah draf ini masuk ke tahap selanjutnya”.    

        Setelah menyerahkan draf bukunya ke pak Tono, laras pulang ke rumah. Berharap dalam waktu dekat bukunya dapat diterbitkan.

          Setelah masa liburan selesai, adipati melanjutkan pekuliahannya. Membaca buku-buku sastra masih menjadi hobinya.


Bersambung.

           Nantikan kisah selanjutnya, apakah kali ini draf bukunya laras akan benar-benar terbit? Adipati yang sudah mulai kehilangan semangat menulis, akan kembali menemukan motivasi dan inspirasi?
   
Tunggu chapter 03 minggu depan.

catatan: 
1. cerita ini hanya fiktif, apabila ada kesamaan nama, tempat atau yang lainnya, penulis minta maaf. Karena itu semua ditulis untuk memperdalam cerita.
2.  Apabila dari teman-teman ada yang ingin memberikan komentar ataupunpun saran, silahkan ditulis di kolom komentar.

#SalamKreatif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar